Langsung ke konten utama

Budayaku Identitasku

Generasi muda, generasi  penerus bangsa, jika dilihat dalam skala prioritas,
Meposisikan budaya jauh dari posisi  utama.
Bahkan nilai-nilai moral budaya indonesia perlahan mulai memudar,
akankah yang menjadi jati diri bangsa akan lenyap oleh waktu?
Rasa bangga serta hormat terhadap bangsa adalah suatu penyanjungan warganegara terhadap negaranya. 
Kepedulian terhadap bangsa ialah satu cerminan kelakuan warga suatu negara yang menggambarkan identitas negara.
negara kita indonesia megganut sistem toleransi akan kepercayaan. yang memiliki 1.128 suku bangsa dan 748 bahasa. Sedari kecil dulu kita munggkin sering degar bahwasanya indonesia dipandang baik dalam bersikap, sopan dalam bertutur kata, santun dalam bertindak ' hal itulah yang dikatakan wisatawan asing ketika ditanya prihal indonesia.
yang jadi pertanyaan ,apakah anggapan itu benar? 
Sedangkan sekarang sering kita jumpai dalam kehidupan sosial. 'budaya sudah dipandang sebelah mata bagi kalangan muda. Di zaman yang serba teknologi cangih seperti ini budaya dianggap sebagai hal yang tidak modern lagi dan disisi lain budaya luarlah yang perlahan membinasakan indentitas bangsa.
negara indonesia dengan macam ragam budaya, namun seiring bergulirnya waktu budaya mulai terlupakan, bahkan diambil negara bangsa asing.
Kemana hal yang seharusnya kita anak bangsa banggakan?  dapatkah kita melepas budaya ke tangan mereka?  Setujukah kalian anak bangsa  kalau identitas bangsa perlahan musna?
Mari kita generasi muda maju menjayakan serta mengharumkan nama bangsa dimata dunia.
Ingatlah leluhur nenek moyang kita yang telah menanamkan nilai  moral hingga indonesia dikenal sebagai negara dengan dasar yang baik. jangan biarkan identitas bangsa perlahan memudar dan musna.

0leh: Nur sholikha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ketua umum IPPNU PP dari masa ke masa

1. Dra Hj umroh mahfudhoh (1955-1956) 2. Hj Basyiroh saimuri (1956-1960) 3. Hj machmudah Nachrowi (1960-1963) 4. Dra Hj Faridah Purnomo (1963-1966) 5. Dra Hj Machsanah Asnawi (1966-1976) 6. Dra Hj Ratu Ida mawaddah Noor (1976-1981) 7. Dra Hj Misnar ma'ruf Bachtiar (1981-1988) 8. Dra Hj Titien Asiah wahiduddin (1988-1996) 9. Dra Hj Ulfah Mashfufah (1996-1999) 10. Dra Hj Safira machrusah(1999-2003) 11. Ratu dian hatifah (2003-2006) 12. Siti Soraya Devi (2006-2009) 13. Hj Wafa Patria Umma (2009-2012) 14. margaret Aliyah Maimunah (2012-2015) 15. puti hasniyah (2015-2018)

di sini ada LOGIKA !

bismillah wal alhamdulillah... sejak sering berada di lingkungan organisasi kini ku sering mendengarkan dan berbica ra dengan teman2 mulai dari yg bermanfaat sampai tidak bermanfaat hehe..... tapi menurut ku tetap saja bermanfaat karna yg bernilai adalah kebersamaannya. sempat malam ini aku berfikir tentang logika. apa itu logika ? apakah logika selalu di kedepankan ketika berfikir? apakah anda yakin dg berlogika akan mendapatkan suatu kebenaran? Na...yuk kita belajar dari hadist. masih ingat dengan hadist ini kawan, "as sholatu imaadu ddin faman aqomaha faqod aqoomaddin faman tarookaha faqod hadaamaddin" yang katanya sholat itu sebagai tiang agama. bagimana kita bisa berlogika dengan pernytaan ini ?? maka, dengan mencari asbaabun nuzul dan asbaabul furudnya. kita bisa tau, mari kita hubungkan dengan hadist yg menjelaskan bahwa islam di bangun dengan 5 fondasi. di ataranya ada syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. maka ketika di hubungkan dengan sholat adalah tiang agama...

K.H. Idham Chalid

Menyebut nama Kiai Idham Chalid, ingatan kita tentu akan melayang pada gonjang-ganjing NU pada tahun 1982-1984, yang melahirkan sekaligus menghadapkan dua kubu tokoh-tokoh nahdliyyin: kubu Cipete dan kubu Situbondo. Konflik internal NU itu juga yang kemudian membuat Idham dianggap kontroversial. Bahkan ia dijuluki “politikus gabus”, karena dianggap  tidak memiliki pendirian. Tak banyak yang mau melihat sisi lain kebijakan-kebijakan Kiai Idham, yang sebenarnya sangat NU dan sangat Sunni. Sebagai politisi besar NU yang lihai, Idham memang memainkan dua lakon berbeda, sebagai politisi dan ulama. Sebagai politisi, ia melakukan gerakan strategis, dan bila perlu kompromistis. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel, tapi tetap tidak terlepas dari jalur Islam dan tradisi yang diembannya. Semua itu ia lakukan sebagai bagian dari upaya kerasnya menjaga stabilitas kalangan bawah nahdliyyin, yang menjadi tanggung jawabnya, agar selamat fisik dan spiritual melewati masa-masa gawat tran...