Langsung ke konten utama

ketua umum IPPNU PP dari masa ke masa

1. Dra Hj umroh mahfudhoh (1955-1956)
2. Hj Basyiroh saimuri (1956-1960)
3. Hj machmudah Nachrowi (1960-1963)
4. Dra Hj Faridah Purnomo (1963-1966)
5. Dra Hj Machsanah Asnawi (1966-1976)
6. Dra Hj Ratu Ida mawaddah Noor (1976-1981)
7. Dra Hj Misnar ma'ruf Bachtiar (1981-1988)
8. Dra Hj Titien Asiah wahiduddin
(1988-1996)
9. Dra Hj Ulfah Mashfufah (1996-1999)
10. Dra Hj Safira machrusah(1999-2003)
11. Ratu dian hatifah (2003-2006)
12. Siti Soraya Devi (2006-2009)
13. Hj Wafa Patria Umma (2009-2012)
14. margaret Aliyah Maimunah (2012-2015)
15. puti hasniyah (2015-2018)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

di sini ada LOGIKA !

bismillah wal alhamdulillah... sejak sering berada di lingkungan organisasi kini ku sering mendengarkan dan berbica ra dengan teman2 mulai dari yg bermanfaat sampai tidak bermanfaat hehe..... tapi menurut ku tetap saja bermanfaat karna yg bernilai adalah kebersamaannya. sempat malam ini aku berfikir tentang logika. apa itu logika ? apakah logika selalu di kedepankan ketika berfikir? apakah anda yakin dg berlogika akan mendapatkan suatu kebenaran? Na...yuk kita belajar dari hadist. masih ingat dengan hadist ini kawan, "as sholatu imaadu ddin faman aqomaha faqod aqoomaddin faman tarookaha faqod hadaamaddin" yang katanya sholat itu sebagai tiang agama. bagimana kita bisa berlogika dengan pernytaan ini ?? maka, dengan mencari asbaabun nuzul dan asbaabul furudnya. kita bisa tau, mari kita hubungkan dengan hadist yg menjelaskan bahwa islam di bangun dengan 5 fondasi. di ataranya ada syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. maka ketika di hubungkan dengan sholat adalah tiang agama...

K.H. Idham Chalid

Menyebut nama Kiai Idham Chalid, ingatan kita tentu akan melayang pada gonjang-ganjing NU pada tahun 1982-1984, yang melahirkan sekaligus menghadapkan dua kubu tokoh-tokoh nahdliyyin: kubu Cipete dan kubu Situbondo. Konflik internal NU itu juga yang kemudian membuat Idham dianggap kontroversial. Bahkan ia dijuluki “politikus gabus”, karena dianggap  tidak memiliki pendirian. Tak banyak yang mau melihat sisi lain kebijakan-kebijakan Kiai Idham, yang sebenarnya sangat NU dan sangat Sunni. Sebagai politisi besar NU yang lihai, Idham memang memainkan dua lakon berbeda, sebagai politisi dan ulama. Sebagai politisi, ia melakukan gerakan strategis, dan bila perlu kompromistis. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel, tapi tetap tidak terlepas dari jalur Islam dan tradisi yang diembannya. Semua itu ia lakukan sebagai bagian dari upaya kerasnya menjaga stabilitas kalangan bawah nahdliyyin, yang menjadi tanggung jawabnya, agar selamat fisik dan spiritual melewati masa-masa gawat tran...